Secara umum dijelaskan dalam UU 25/2007, penyelenggaraan penanaman modal bertujuan untuk: a). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, b). Menciptakan lapangan pekerjaan, c). Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, d). Meningkatkan kemampuan daya saing usaha nasional, e). Meningkatkan kapasitas kemampuan teknologi nasional, f). mendorong pengembangan perekonomian kerakyatan, g). Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil, dan h). Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan investasi baik berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) mempunyai peran penting bagi perekonomian dan diperlukan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Soekarni, dkk, (2010), PMA telah memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Investasi dapat mendorong inovasi yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Investasi menciptaan pendapatan dan dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stock modal (Todaro, 2006). Peningkatan investasi daerah akan juga menyebabkan multiplier effect yang sangat luas bagi penurunan angka kemiskinan, pengurangan angka pengangguran dan selanjutnya berimbas pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Todaro (2006), juga menjelaskan bahwa potensi atas manfaat investasi yang ditawarkan oleh negara berkembang melalui rasio modal-tenaga kerja yang rendah dapat berkurang dengan cepat karena rendahnya investasi komplementer (complementary investment) dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengmebangan. Hal ini yang menyebabkan berkkurangnya manfaat sosial yang diperoleh dari aktivitas investasi.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Tambunan (2010) menyebutkan bahwa keuntungan yang bisa diharapkan dari keberadaan PMA bagi industri nasional: pertama, Penambahan modal fisik. Semakin banyak PMA semakin banyak modal fisik yang diterima oleh industri nasional. Kedua, Perkembangan ekspor manufaktur. Fakta empiris memperlihatkan bahwa peningkatan PMA berkaitan erat dengan perkembangan ekspor manufaktu seperti tekstil, pakaian jadi, sepatu, dan alat elektronik. PMA bukan hanya berdampak posit terhadap produk baru tetapi juga berperan dalam perkembangan pemasaran.
Ketiga, Perkembangan industri pendukung. Kehadiran PMA akan memicu perkembangan industri lokal yang membuat mesin, peralatan produksi, bahan baku siap pakai, komponen, ondordil, atau produk setengah jadi bagi kebutuhan produksi PMA. Hal ini akan terjadi apabila PMA menggunakan sebanyak mungkin komponen dan bahan baku lokal. Keempat, Pertumbuhan industri baru. PMA dapat memicu munculnya indsutri baru dengan cara diseminasi dan alih teknologi. Kelima, Peningkatan daya saing. Kehadiran PMA membuat persaingan di industri nasional menjadi ketat, yang memaksa perusahan-perusahan lokal meningkatkan efisiensi dan kualitas produknya. Persaingan ini akan semakin ketat jika PMA juga berorientasi pasar domestic. Secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa dalam upaya membangun perekonomian investasi yang berasal dari PMDN maupun PMA akan berdampak baik. Seluruh keuntungan ini akan semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya PMA di Indonesia.
Sejalan dengan itu Tambunan (2010) juga menjelaskan bahwa terdapat empat kerugian yang akan diterima oleh perekonomian jika terjadi peningkatan PMA di Indonesia. Pertama, persaingan yang ketat bukan hanya berdampak pada efisiensi industri lokal tetapi juga menyebabkan banyak perusahaan lokal yang guling tikar akibat kalah bersaing. Kedua, pola perkembangan industri nasional yang tidak sesaui dengan kondisi Indonesia melainkan mengikuti keinginan PMA. Misalnya pada upaya penyerapan tenaga kerja, PMA akan cenderung menggunakan tenaga kerja yang relative sedikin akibat dari investasi padat modal oleh PMA.
Ketiga, industri nasional menjadi sangat tergantung pada teknologi sederhana yang sudah standar dari PMA. Hal ini terjadi karena umumnya PMA tidak berkeinginan mantransfer teknologi dasar atau melakukan R&D bersama perusahaan lokal di Indonesia. Keempat, muncuknya enclave karena PMA sama sekali tidak punya hubungan bisnis dengan industri lokal atau sektor lain di Indonesia. Bahkan munculnya enclave juga berdampak pada semakin besar kesenjangan dan kemiskinan di lokasi PMA. Tambunan menyampaikan bahwa kerugian ini akan semakin kentara jika terjadi peningkatan PMA tanpa pengaturan yang jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar